semiconductor-chl.com – Presiden Kolombia, Gustavo Petro, mengajukan usulan mengejutkan yaitu memindahkan markas Dewan Keamanan PBB (DK PBB) ke Qatar. Gagasan ini muncul setelah Petro di larang masuk Amerika Serikat saat hendak menghadiri Sidang Majelis Umum PBB di New York. Kejadian itu memicu kontroversi besar. Menurut Petro, Qatar adalah lokasi yang lebih strategis karena punya pengalaman luas dalam urusan diplomasi internasional.
Read More : Kementrian Agama Dorong Penguatan Masjid Berdaya dan Berdampak Melalui Program Madada
Qatar Sebagai Pusat Diplomasi Global
Petro menilai, jika markas DK PBB di pindahkan ke Qatar, negara anggota akan lebih mudah berpartisipasi tanpa terkendala jarak dan akses. Qatar di kenal aktif sebagai mediator global, memainkan peran penting dalam negosiasi berbagai konflik internasional.
Petro percaya negara itu bisa menjadi jembatan perdamaian dunia. Ia juga menyerukan agar Qatar lebih terlibat dalam penanganan krisis kemanusiaan di Gaza, yang kini memburuk akibat serangan militer Israel.
Ketegangan dengan Amerika Serikat
Pencabutan visa Petro oleh AS menjadi sumber ketegangan diplomatik baru. Petro menyebut tindakan itu melanggar norma internasional dan memperlihatkan kurangnya rasa hormat terhadap kedaulatan negara lain. Ia menuding langkah AS sebagai bentuk pembatasan politik terhadap Kolombia. Menurutnya, hal itu hanya memperburuk hubungan kedua negara dan menghambat kerja sama global.
Seruan untuk Kemandirian Diplomatik
Dengan usulan ini, Kolombia ingin menunjukkan sikap mandiri dan berani dalam arena internasional. Petro menegaskan bahwa negaranya akan terus memperjuangkan peran aktif dalam diplomasi global, tanpa tunduk pada tekanan dari kekuatan besar.
Read More : Kemenbud Hadirkan Lomba Menulis Surat untuk Kembangkan Literasi di Kalangan Pelajar
Ia berharap Qatar, dengan letak geografis strategis dan reputasinya dalam diplomasi, dapat menjadi pusat baru bagi dialog dan perdamaian dunia. Usulan ini menandai babak baru dalam politik luar negeri Kolombia, sekaligus tantangan terhadap dominasi tradisional Amerika Serikat dalam urusan internasional.