semiconductor-chl.com – Sutradara legendaris James Cameron menegaskan bahwa AI generatif tak akan mampu menggantikan seniman dan aktor manusia dalam dunia perfilman. Dalam wawancara dengan Variety pada September 2025, yang terbit 1 Oktober, Cameron membahas batas kemampuan AI dalam menciptakan karya seni yang autentik.
Read More : Trump Umumkan ‘ai Action Plan’ Baru: Apa Artinya Untuk Regulasi & Data Center Di As
Menurutnya, meski AI bisa membantu di beberapa aspek, sentuhan manusia tetap tak tergantikan dalam proses kreatif. “Teknologi bisa membantu, tapi manusia-lah yang menciptakan makna,” ujarnya tegas.
Budaya Kreatif dan Sentuhan Manusia
Cameron menyoroti kuatnya budaya kreatif di kalangan seniman, terutama di bidang visual effects (VFX). Para seniman, katanya, punya kepekaan yang tak bisa ditiru mesin. “Saya bisa melihat satu adegan dan langsung tahu, ‘sudah selesai,’” ucap Cameron. “AI tak bisa menggantikan insting itu.” Bagi Cameron, seni sejati lahir dari pengalaman, emosi, dan intuisi manusia, hal-hal yang tidak bisa diprogram.
Kreativitas Manusia Tetap Utama
Cameron mengakui bahwa AI dapat menekan biaya produksi film. Namun, ia menegaskan bahwa kreativitas manusia tetap nomor satu. “AI bisa membantu tanpa mengurangi tenaga kerja,” jelasnya. Meski begitu, Cameron mengaku cemas dengan risiko eksistensial AI. Ia menyebut tiga ancaman besar yang kini berkembang bersamaan yaitu perubahan iklim, senjata nuklir, dan kecerdasan super. Menurutnya, kemajuan teknologi harus di imbangi dengan kewaspadaan dan tanggung jawab etis.
Kontroversi AI di Industri Film
Peran AI dalam industri film belakangan menuai perdebatan. Kehadiran aktor AI bernama Tilly Norwood, yang di perkenalkan oleh Eline Van der Velden di Festival Film Zurich, memicu reaksi keras. Meski menarik perhatian banyak agen bakat, langkah ini membuat gerah para aktor Hollywood seperti Emily Blunt dan Natasha Lyonne.
Serikat Aktor Amerika (SAG-AFTRA) bahkan mengecam penggunaan aktor buatan, menegaskan bahwa kreativitas harus tetap berpusat pada manusia. Fenomena ini menegaskan kekhawatiran Cameron: kemajuan teknologi bisa menggoda industri untuk melupakan nilai-nilai artistik yang sejati.
Read More : Peningkatan Literasi Digital Di Kalangan Anak Muda
AI Boleh Maju, Tapi Seni Tetap Milik Manusia
Cameron mengingatkan, meski AI membawa efisiensi dan inovasi, seni sejati lahir dari manusia. AI hanya alat bantu, bukan pengganti. Bagi Cameron, kreativitas adalah bagian dari jiwa manusia, sesuatu yang tak bisa di replikasi oleh kode atau algoritma. “Teknologi boleh berkembang,” katanya, “tapi jangan sampai kita kehilangan sisi manusia yang membuat seni itu hidup.”